Ada guyonan, kalau ke Banjarnegara belum minum dawet ayu sama seperti makan lalapan nggak pakai sambel. Haha. Saking apanya coba. Banjarnegara dan dawet ayu layaknya sejoli yang tak terpisahkan.
Apa sih dawet ayu ini. Minuman ini sama seperti es cendol bagi Anda yang belum paham apa itu dawet. Hanya saja rasa gula merahnya khas. Pembuatan gula merah tergantung dari tempat penanaman aren, cara penyimpanan nira, suhu ruangan dan air yang digunakan. Itulah kenapa rasa gula merah di setiap daerah akan berbeda-beda.
Saya pernah berbincang dengan salah satu pemilih kedai dawet ayu, yang sudah buka cabang di Jakarta dan Palembang. Awalnya, Beliau menggunakan gula merah dari Banjarnegara. Setelah stock habis, menggunakan gula merah produksi setempat untuk menghemat biaya produksi. Ternyata rasanya berbeda. Beberapa pelanggan komplen. Penjualan mulai menurun setiap hari. Beliau lalu memutuskan untuk menggunakan gula merah buatan Banjarnegara. Penjualan berangsur-angsur naik kembali. Tidak ada lagi pelanggan yang komplen. Sejak saat itu, Beliau tidak berani mengganti gula merahnya. Harus produksi Banjarnegara.
Masa sih? Saya ingin membuktikan. Saya coba beli dawet ayu yang ada di Jogjakarta dan Surabaya. Hasil ngobrol sama penjualnya kalau gula merah beli di pasar setempat. Rasanya memang beda. Seperti es dawet biasa. Nggak selegit dan khas seperti yang asli Banjarnegara. Apa mungkin perasaan saya saja? Tersugesti cerita Bapak pemilik dawet ayu itu hehe.
Penampakan dawet ayu sebenarnya sederhana saja. Sama seperti es dawet atau es cendol pada umumnya. Komponennya adalah dawet, santan dan gula merah. Ada beberapa penjual yang memberi tambahan sesendok durian yang dihaluskan. Dawet dibuat dari campuran tepung beras dan tepung ketan. Kalau biasanya dawet berwarna hijau cerah, dawet ayu ini warnanya hijau tua. Hal ini karena penjual dawet ayu hanya menggunakan daun suji sebagai pewarna.
Kalau penjual dawet ayu Banjarnegara asli, santan kelapanya kental dan gula merahnya pekat. Saya selalu eneg kalau habis minum segelas. Saya sih lebih suka dawet ayu yang versi kaki lima. Santan dan gula merah tidak terlalu kental. Rasanya juga tidak terlalu manis. Lebih segar dan yang pasti lebih cocok dengan lidah Jawa Timur.
Sejarah dawet ayu Banjarnegara ini ada beberapa versi menurut wikipedia Indonesia. Versi pertama, berasal dari penuturan Tjundaroso (Ketua Dewan Kesenian Banjarnegara). Bono, salah satu seniman Banjarnegara membuat lagu yang berjudul 'Dawet Ayu Banjarnegara' sekitar tahun 1980-an. Lagu itu dipopulerkan oleh Peang Penjol, seniman calung dan lawak Banyumas. Lagu ini populer di karesidenan Banyumas. Sejak itu, dawet ayu identik dengan Banjarnegara.
Versi kedua berasal dari keterangan Ahmad Tohari. Ada cerita turun temurun tentang seorang penjual dawet di Banjarnegara. Generasi ketiga keluarga penjual dawet ini sangat cantik. Para pelanggan dan masyarakat setempat menyebut sebagai dawet ayu.
Sedangkan versi terakhir, menurut salah satu tokoh masyarakat Banyumas, Kyai Haji Khatibul Umam Wiranu. Seorang pedagang dawet Ayu bernama Munardjo mempunyai istri yang cantik. Oleh sebab itu jualannya dikenal dengan sebutan dawet ayu. Keluarga Munardjo ini tinggal di Kelurahan Rejasa, Banjarnegara.
Hmm... mendadak jadi pengen minum es dawet ayu Banjarnegara yang seger dan enak tenan. Tapi kok ya jauh bener tempatnya *nyengir.
Foto: koleksi pribadi
Apa sih dawet ayu ini. Minuman ini sama seperti es cendol bagi Anda yang belum paham apa itu dawet. Hanya saja rasa gula merahnya khas. Pembuatan gula merah tergantung dari tempat penanaman aren, cara penyimpanan nira, suhu ruangan dan air yang digunakan. Itulah kenapa rasa gula merah di setiap daerah akan berbeda-beda.
Saya pernah berbincang dengan salah satu pemilih kedai dawet ayu, yang sudah buka cabang di Jakarta dan Palembang. Awalnya, Beliau menggunakan gula merah dari Banjarnegara. Setelah stock habis, menggunakan gula merah produksi setempat untuk menghemat biaya produksi. Ternyata rasanya berbeda. Beberapa pelanggan komplen. Penjualan mulai menurun setiap hari. Beliau lalu memutuskan untuk menggunakan gula merah buatan Banjarnegara. Penjualan berangsur-angsur naik kembali. Tidak ada lagi pelanggan yang komplen. Sejak saat itu, Beliau tidak berani mengganti gula merahnya. Harus produksi Banjarnegara.
Masa sih? Saya ingin membuktikan. Saya coba beli dawet ayu yang ada di Jogjakarta dan Surabaya. Hasil ngobrol sama penjualnya kalau gula merah beli di pasar setempat. Rasanya memang beda. Seperti es dawet biasa. Nggak selegit dan khas seperti yang asli Banjarnegara. Apa mungkin perasaan saya saja? Tersugesti cerita Bapak pemilik dawet ayu itu hehe.
Penampakan dawet ayu sebenarnya sederhana saja. Sama seperti es dawet atau es cendol pada umumnya. Komponennya adalah dawet, santan dan gula merah. Ada beberapa penjual yang memberi tambahan sesendok durian yang dihaluskan. Dawet dibuat dari campuran tepung beras dan tepung ketan. Kalau biasanya dawet berwarna hijau cerah, dawet ayu ini warnanya hijau tua. Hal ini karena penjual dawet ayu hanya menggunakan daun suji sebagai pewarna.
Kalau penjual dawet ayu Banjarnegara asli, santan kelapanya kental dan gula merahnya pekat. Saya selalu eneg kalau habis minum segelas. Saya sih lebih suka dawet ayu yang versi kaki lima. Santan dan gula merah tidak terlalu kental. Rasanya juga tidak terlalu manis. Lebih segar dan yang pasti lebih cocok dengan lidah Jawa Timur.
Dawet Ayu Pak Ikhsan di depan Alun-Alun Banjanegara |
Sejarah dawet ayu Banjarnegara ini ada beberapa versi menurut wikipedia Indonesia. Versi pertama, berasal dari penuturan Tjundaroso (Ketua Dewan Kesenian Banjarnegara). Bono, salah satu seniman Banjarnegara membuat lagu yang berjudul 'Dawet Ayu Banjarnegara' sekitar tahun 1980-an. Lagu itu dipopulerkan oleh Peang Penjol, seniman calung dan lawak Banyumas. Lagu ini populer di karesidenan Banyumas. Sejak itu, dawet ayu identik dengan Banjarnegara.
Versi kedua berasal dari keterangan Ahmad Tohari. Ada cerita turun temurun tentang seorang penjual dawet di Banjarnegara. Generasi ketiga keluarga penjual dawet ini sangat cantik. Para pelanggan dan masyarakat setempat menyebut sebagai dawet ayu.
Sedangkan versi terakhir, menurut salah satu tokoh masyarakat Banyumas, Kyai Haji Khatibul Umam Wiranu. Seorang pedagang dawet Ayu bernama Munardjo mempunyai istri yang cantik. Oleh sebab itu jualannya dikenal dengan sebutan dawet ayu. Keluarga Munardjo ini tinggal di Kelurahan Rejasa, Banjarnegara.
Hmm... mendadak jadi pengen minum es dawet ayu Banjarnegara yang seger dan enak tenan. Tapi kok ya jauh bener tempatnya *nyengir.
Foto: koleksi pribadi
apapun yang mba Ugik review, selalu bikin perutku tarakdungcessss
BalasHapusYou're a real INFLUENCER mbaaaa :D
Maaf, mbak... Hayuk kita makan bareng aja hehe
Hapus