Banyak yang bilang kalau masa isolasi di rumah selama masa pendemi ini membawa banyak hikmah. Saya juga mengalaminya. Hal-hal baru yang dahulu tidak pernah terbayangkan, tiba-tiba harus dilakukan saat ini.
Selama ini ada beberapa keterampilan yang jarang sekali saya lakukan. Saya lebih sering menyerahkan pada ahlinya saja. Daripada saya yang mengerjakan malah akan berantakan. Kacau nanti.
Kebetulan kami sekeluarga lockdown selama masa pandemi. Ada mertua di rumah yang sudah diatas 70 tahun. Segara urusan dan kerusakan di rumah harus diperbaiki sendiri. Kebetulan juga beberapa ahli langganan kami sudah pulang kampung. Ya wis lah. belajar mengerjakan sendiri semua yang ada di rumah.
1. Menjahit
Kalau soal menjahit, saya hanya sekedar bisa. Hanya menjahit baju robek atau sekedar menisik ujung rok. Saya masih belum bisa menjahit baju. Saya juga belum ahli memakai mesin jahit. Hanya sekedar bisa saja.
Nah kebetulan selama di rumah saja baru 1 bulan, saya sudah kelimpungan cari kegiatan. Hanya diam saja nggak enak rasanya. Pikiran kemana-mana. Badan juga mulai pegal-pegal. Seorang teman cerita kalau bikin masker kain dengan dijahit tangan. Kebetulan. Saya belum punya mesin jahit di rumah.
Ternyata selain membuat masker kain, beliau jago merombak baju dengan jahitan tangan. Walhasil saya belajar dari beliau. Ternyata tak sesulit yang saya bayangkan. Jahitannya harus rapi. Maka proses menjahit harus pelan-pelan.
Saya juga belajar berbagai macam model jahitan. Serta berbagai trik agar jahitan kelihatan rapi. Ternyata tak serumit yang saya bayangkan selama ini. Memang tidak mudah, tetapi tidak sulit juga. Meski belum punya mesin jahit tak ada alasan lagi malas jahit baju.
2. Bertukang
Urusan soal pertukangan ini saya paling menyerah. Saya butuh waktu lama hanya untuk urusan memaku. Apalagi kalau pakunya selalu bengkok. Tangan sampai kesemutan. Saat pandemi berlangsung. Pak tukang langganan pulang kampung dan tidak bisa balik lagi karena desanya di lockdown.
Kalau pakai tukang yang lain saya kurang nyaman karena belum kenal. Soalnya kan harus masuk-masuk rumah segala. Walhasil saya jadi terpaksa belajar memaku. Jadi asisten suami untuk membetulkan talang air. Plus menambal tembok yang gupil.
Saya jadi ingat teman saya yang lama tinggal di Inggris. Dia jarang sekali memanggil tukang karena ongkosnya yang mahal. Urusan 'menambal' tembok, mengecat dan memperbaiki rumah sudah biasa dilakukan sendiri. Suami istri ini bahu-membahu.
Ternyata kalau sudah biasa, mudah saja urusan pertukangan ini. Meski awal memaku selalu bengkok pakunya. Sekarang, lancar saja memaku berbagai barang. Mulai dari kayu sampai tembok. Untuk menggergaji kayu ternyata juga tidak sesusah bayangan saya selama ini.
Kalau urusan mengecet tembok, saya sudah bisa. Namun untuk tembok serumah masih belum sanggup bila sehari selesai. Kalau dicicil sehari satu ruangan tak apalah. Tangannya belum terlatih. Pegel banget dipergelangan tangan sampai bahu.
Ternyata selain membuat masker kain, beliau jago merombak baju dengan jahitan tangan. Walhasil saya belajar dari beliau. Ternyata tak sesulit yang saya bayangkan. Jahitannya harus rapi. Maka proses menjahit harus pelan-pelan.
Saya juga belajar berbagai macam model jahitan. Serta berbagai trik agar jahitan kelihatan rapi. Ternyata tak serumit yang saya bayangkan selama ini. Memang tidak mudah, tetapi tidak sulit juga. Meski belum punya mesin jahit tak ada alasan lagi malas jahit baju.
2. Bertukang
Urusan soal pertukangan ini saya paling menyerah. Saya butuh waktu lama hanya untuk urusan memaku. Apalagi kalau pakunya selalu bengkok. Tangan sampai kesemutan. Saat pandemi berlangsung. Pak tukang langganan pulang kampung dan tidak bisa balik lagi karena desanya di lockdown.
Kalau pakai tukang yang lain saya kurang nyaman karena belum kenal. Soalnya kan harus masuk-masuk rumah segala. Walhasil saya jadi terpaksa belajar memaku. Jadi asisten suami untuk membetulkan talang air. Plus menambal tembok yang gupil.
Saya jadi ingat teman saya yang lama tinggal di Inggris. Dia jarang sekali memanggil tukang karena ongkosnya yang mahal. Urusan 'menambal' tembok, mengecat dan memperbaiki rumah sudah biasa dilakukan sendiri. Suami istri ini bahu-membahu.
Ternyata kalau sudah biasa, mudah saja urusan pertukangan ini. Meski awal memaku selalu bengkok pakunya. Sekarang, lancar saja memaku berbagai barang. Mulai dari kayu sampai tembok. Untuk menggergaji kayu ternyata juga tidak sesusah bayangan saya selama ini.
Kalau urusan mengecet tembok, saya sudah bisa. Namun untuk tembok serumah masih belum sanggup bila sehari selesai. Kalau dicicil sehari satu ruangan tak apalah. Tangannya belum terlatih. Pegel banget dipergelangan tangan sampai bahu.
Paling nggak sudah nggak manja sama Pak tukang sekarang. Kalau hanya paku-paku dikit, tambal tembok dikit atau ngecat dikit bisa lah dilakukan sendiri
3. Cleaning Servis
Saya dulu paling males urusan bebersih rumah. Apalagi kalau urusannya harus menyentuh dunia perdebuan. Mending panggil orang deh. Maaf bukan karena saya malas tapi karena saya alergi debu. Kalau pas bersih-bersih rumah langsung bersin-bersin. Setelah bersih-bersih rumah lanjut pilek dan hidung mampet.
3. Cleaning Servis
Saya dulu paling males urusan bebersih rumah. Apalagi kalau urusannya harus menyentuh dunia perdebuan. Mending panggil orang deh. Maaf bukan karena saya malas tapi karena saya alergi debu. Kalau pas bersih-bersih rumah langsung bersin-bersin. Setelah bersih-bersih rumah lanjut pilek dan hidung mampet.
Saya lebih baik panggil orang khusus bersih-bersih rumah. Dijamin hidung tetap aman dan rumah bersih kinclong. Saat pandemi tak mungkin dilakukan. Harus bersih-bersih rumah sendiri. Apalagi rumah harus bersih setiap hari. Kalaupun harus panggil orang setiap hari, dompet bisa jebol. Penghematan masih ketat.
Ya sudahlah, akhirnya turun langsung. Kalau untuk menyapu masih lumayan lah. Meski bersin-bersin namun tak terlalu parah. Bersihkan perabotan ini yang bikin saya harus putar otak. Baru 10 menit bersih-bersih dengan kemoceng sudah bersin-bersin. Pakai masker lumayan bantu. Nggak mungkin harus sering-sering pakai masker medis.
Saya tiba-tiba teringat mbak yang bersihkan rumah, ada yang memakai kanebo untuk membersihkan perabotan. Iya itu kanebo yang biasanya buat cuci motor atau mobil.
Akhirnya saya coba. Ternyata aman. Saya nggak bersin-bersin selama membersihkan perabotan. Debu pun ngak bertebaran dan cepat hilang. Ya sudah. Sejak saat itu, bersih-bersih rumah bukan masalah lagi buat saya.
Urusan menyapu, mengepel, membersihkan perabotan plus membersihkan kamar mandi beres. Saya kerjakan sendiri juga nggak apa-apa. Sudah tahu triknya berdamai dengan pasukan debu.
4. Laundry
Selama masa pandemi terasa nggak kalau cucian cepat banyak? Apalagi kalau ada anggota keluarga yang masih kerja di luar rumah. Begitu pulang ke rumah baju harus langsung masuk cucian. Begitu pun kalau pulang belanja. Masuk rumah baju pun langsung masuk cucian.
Walhasil. cucian makin banyak. Belum lagi cuaca Surabaya sedang panas. Semakin sering ganti baju karena keringetan setiap hari. Maka semakin banyak pakaian kotor. Kalau untuk cuci baju tidak masalah. Sudah ada mesin cuci. Tinggal cempung dan pencet tombol. Tunggu selesai lalu jemur. Gampang.
Setelah pakain kering ini yang masalah. Setrika itu pekerjaan yang ringan sebenarnya tapi asli membosankan. Itu bagi saya. Jadinya ya lebih banyak dilihat saja tumpukan. Kalau sudah habis stock baju di lemari, baru mulai (terpaksa) setrika. Biasanya kalau niat belum terlalu bulat ya forward ke laundry saja.
Wait! Ini masa penghematan. Urusan dana laundry dihilangkan. Jadi ya setrika sendiri. Saya menemukan trik agar betah setrika. Saya sudah berkali-kali membuktikan. Pernah baju 2 bak besar selesai tuntas tanpa bosan. Apa triknya? setrika sambil nonton drama Korea.
Cara ini manjur sekali. Setrika jadi asyik. Tanpa rasa bosan. Lelah tidak terasa. Kalau sudah selesai setrika semua. Televisi dimatikan. Barulah punggung terasa panas. Pinggang rasanya linu. Tak apalah yang penting urusan setrikaan selesai semua.
5. Baking
Saya paling males kalau bikin kue dan camilan. Dunia pastry dan snack ini menurut saya adalah complicated. Ada cinta dan benci yang saling mengikat. Saya suka banget makan kue ataupun snack. Kalau bikin sendiri males banget.
Saya lebih baik pilih masak aneka makanan dan porsi banyak daripada bikin kue atau snack. Masak makanan kalau rasanya nggak enak bisa dikoreksi saat proses memasak. Saya biasanya masak nggak pakai ukurna baku di resep. Pakai feeling dan mengandalkan lidah saja.
Kalau bikin kue harus ditakar tepat sesuai ukuran resep. Sekali salah ukuran atau pembuatan. Selesai. Kue akan gagal. Tidak bisa dikoreksi rasanya saat masih proses pembuatan. Harus tunggu matang baru bisa dicicipi. Rasanya nggak enak. Selesai. Harus pembuatan dari awal lagi.
Ini nih yang bikin saya males bikin kue. Namun selama di rumah saja mau tidak mau harus bikin camilan sendiri. Penjual langganan sudah tidak berjualan. Akhirnya bikin kue yang diselingi dengan snack. Awalnya stress.
Kalau nggak enak ya sudah lah. Namanya juga belajar. Bikin nggak berani banyak. Seperempat atau setengah resep saja. Lama-kelamaan cuek. Mulai asal pakai takaran feeling. Hanya langkah pembuatannya saja yang masih patuh dengan resep. Eh kok malah jadi enak. Sesuai dengan lidah dan selera saya. Ya sudah. Jadi keranjingan baking.
Mungkin apa yang saya alami ini juga dialami banyak ornag di luar sana. Ada beberapa teman yang dulu nggak bisa masak sama sekali eh sekarang jadi jago masak. Jadi punya hobi masak sekarang. Kalau sehari nggak masak rasanya nggak enak. Bahkan berencana untuk jual makanan secara online.
Bagi Anda yang mulai menemukan keterampilan baru, hobi baru atau bahkan passion baru. Selamat menikmati.
4. Laundry
Selama masa pandemi terasa nggak kalau cucian cepat banyak? Apalagi kalau ada anggota keluarga yang masih kerja di luar rumah. Begitu pulang ke rumah baju harus langsung masuk cucian. Begitu pun kalau pulang belanja. Masuk rumah baju pun langsung masuk cucian.
Walhasil. cucian makin banyak. Belum lagi cuaca Surabaya sedang panas. Semakin sering ganti baju karena keringetan setiap hari. Maka semakin banyak pakaian kotor. Kalau untuk cuci baju tidak masalah. Sudah ada mesin cuci. Tinggal cempung dan pencet tombol. Tunggu selesai lalu jemur. Gampang.
Setelah pakain kering ini yang masalah. Setrika itu pekerjaan yang ringan sebenarnya tapi asli membosankan. Itu bagi saya. Jadinya ya lebih banyak dilihat saja tumpukan. Kalau sudah habis stock baju di lemari, baru mulai (terpaksa) setrika. Biasanya kalau niat belum terlalu bulat ya forward ke laundry saja.
Wait! Ini masa penghematan. Urusan dana laundry dihilangkan. Jadi ya setrika sendiri. Saya menemukan trik agar betah setrika. Saya sudah berkali-kali membuktikan. Pernah baju 2 bak besar selesai tuntas tanpa bosan. Apa triknya? setrika sambil nonton drama Korea.
Cara ini manjur sekali. Setrika jadi asyik. Tanpa rasa bosan. Lelah tidak terasa. Kalau sudah selesai setrika semua. Televisi dimatikan. Barulah punggung terasa panas. Pinggang rasanya linu. Tak apalah yang penting urusan setrikaan selesai semua.
5. Baking
Saya paling males kalau bikin kue dan camilan. Dunia pastry dan snack ini menurut saya adalah complicated. Ada cinta dan benci yang saling mengikat. Saya suka banget makan kue ataupun snack. Kalau bikin sendiri males banget.
Saya lebih baik pilih masak aneka makanan dan porsi banyak daripada bikin kue atau snack. Masak makanan kalau rasanya nggak enak bisa dikoreksi saat proses memasak. Saya biasanya masak nggak pakai ukurna baku di resep. Pakai feeling dan mengandalkan lidah saja.
Kalau bikin kue harus ditakar tepat sesuai ukuran resep. Sekali salah ukuran atau pembuatan. Selesai. Kue akan gagal. Tidak bisa dikoreksi rasanya saat masih proses pembuatan. Harus tunggu matang baru bisa dicicipi. Rasanya nggak enak. Selesai. Harus pembuatan dari awal lagi.
Ini nih yang bikin saya males bikin kue. Namun selama di rumah saja mau tidak mau harus bikin camilan sendiri. Penjual langganan sudah tidak berjualan. Akhirnya bikin kue yang diselingi dengan snack. Awalnya stress.
Kalau nggak enak ya sudah lah. Namanya juga belajar. Bikin nggak berani banyak. Seperempat atau setengah resep saja. Lama-kelamaan cuek. Mulai asal pakai takaran feeling. Hanya langkah pembuatannya saja yang masih patuh dengan resep. Eh kok malah jadi enak. Sesuai dengan lidah dan selera saya. Ya sudah. Jadi keranjingan baking.
Mungkin apa yang saya alami ini juga dialami banyak ornag di luar sana. Ada beberapa teman yang dulu nggak bisa masak sama sekali eh sekarang jadi jago masak. Jadi punya hobi masak sekarang. Kalau sehari nggak masak rasanya nggak enak. Bahkan berencana untuk jual makanan secara online.
Bagi Anda yang mulai menemukan keterampilan baru, hobi baru atau bahkan passion baru. Selamat menikmati.
Wah sama, kita jadi harus mengerjakan yg biasanya gak kita kerjakan ��
BalasHapusIya. Banyak kayaknya yang seperti kita ini.
Hapus