Seru. Saya bukan saja sekedar tahu tentang perselingkuhan dari sudut pandang wanita tetapi juga dari pria. Meski banyak yang bilang kalau lebih banyak wanita yang diselingkuhi pria akan merana hidupnya. Ternyata pria yang diselingkuhi pasangannya juga mengalami hal yang sama.
Sakit hatinya sama. Traumanya sama juga. Satu hal yang berbeda adalah batas toleransi pada perselingkuhan. Tiap orang mempunyai toleransi yang berbeda. Tidak peduli apakah korban perselingkuhan ini wanita atau pria. Saya mengelompokkan menjadi 4 besar, yaitu:
1. Tidak Ada Kesempatan Kedua
Begitu ada perselingkuhan, selesai sudah hubungan pernikahan. Tidak ada lagi maaf bagi pasangan. Tidak perlu lagi ada konfirmasi atau pengusutan lebih lanjut. Begitu bukti perselingkuhan terpampang nyata. Ya sudah. Selesai.
Kesannya ekstrim. Pada awalnya saya juga berfikir demikian tetapi saya bisa memahaminya. Bagi orang yang mengangap pernikahan adalah komitmen pada kepercayaan dan kejujuran, sikap seperti ini adalah wajar. Ketika seseorang sudah tidak bisa lagi percaya pada pasangannya lalu buat apa pernikahan diteruskan.
Apakah salah seseorang bersikap demikian? Tidak. Itu haknya. Bukan egois. Kalau mau pernikahan dipaksa untuk diteruskan butuh keikhlasan. Mungkin saja ada luka masa lalu akibat perselingkuhan yang menyebabkan trauma. Ketika pasangannya selingkuh akan membangkitkan trauma tersebut.
Bisa juga memang orang tersebut mempunyai standar pernikahan yang baik adalah tanpa adanya perselingkuhan. Ketika perselingkuhan terjadi maka pernikahan dianggapnya sudah tidak baik. Sudah rusak. Tidak bisa diperbaiki lagi. Lebih baik menikah dengan orang yang baru.
2. Hanya Ada Kesempatan Kedua
Kalau terjadi perselingkuhan dan tertangkap basah, pasti pelaku akan minta maaf. Plus janji tidak akan mengulangi lagi. Ada pasangan yang memilih untuk memaafkannya. Memulai lagi hubungan yang baru dengan pasangan.
Saya tidak akan menyalahkan atau membenarkan. Hanya saja yang perlu dipahami selalu ada konsekuensi dalam setiap pengambilan keputusan. Ketika seseorang sudah memutuskan unuk memafkan pasangannya yang berselingkuh maka harus benar-benar memafkan lahir batin.
Saya teringat dengan pasangan Go Ye Rim dan Son Je Hyuk dalam Drama Korea The World of The Marriage. Ye Rim memutuskan untuk rujuk kembali dan memafkan perselingkuhan Je Hyuk. Bukannya ketenangan yang ada. Ye Rim malah selalu was-was. Wanita ini selalu curiga kalau Je Hyuk selingkuh lagi. Perasaan was-was ini terus menghantui.
Pasti hidup jadi tidak tenang dalam kondisi seperti ini. Bukan saja pada pasangan yang terselingkuhi. Pelaku selingkuh juga jadi merasa tidak nyaman. Kondisi selalu dicurigai ini bikin serba salah. Capek. Mungkin juga akan muncul perasaan, sudah tidak selingkuh kok masih dikira selingkuh terus. Ya sekalian selingkuh lagi saja,
Ada konsekuensi ketika harus memafkan pasangan yang ketahuan selingkuh. Butuh kekuatan hati untuk ikhlas memaafkan dan melupakan perselingkuhan tersebut. Siap atau tidak. Perlu pemikiran matang saat memutuskan untuk menerima kembali pasangan yang telah berselingkuh. Track record perselingkungan pasangan juga perlu dipertimbangkan. Apakah baru sekali ini atau sebelumnya memang sudah sering selingkuh.
3. Ada Banyak Maaf Demi Anak-Anak
Saya punya kenalan yang suaminya ketahuan selingkuh saat sudah punya anak satu. Lalu beliau memutuskan untuk memaafkan suaminya. Ternyata saat punya anak kedua suaminya ketahuan selingkuh lagi. Dimaafkan lagi. Beliau mempertahankan pernikahan demi anak-anaknya.
Sampai punya anak ketiga suaminya masih saja selingkuh. Kenalan saya ini tetap bertahan dalam pernikahannya padahal sudah disakiti berkali-kali. Demi anak-anak. Hanya itu alasannya. Ketika anak-anak masih kecil tidak ada masalah. Mereka tidak tahu tentang permasalahan keluarganya.
Begitu anak-anak sudah remaja masalah mulai muncul. Anak-anak tahu sendiri tentang perilaku Bapaknya. Mereka juga paham sakit hati Ibunya selama bertahun-tahun. Seperti bom waktu yang meledak. Ketika si Bapak ketahuan selingkuh lagi, anak-anak yang maju membela Ibunya.
Perseturuan Bapak dan anak tak bisa dihindarkan. Konfliknya jadi lebih kompleks. Anak-anak yang memberontak. Bahkan anak-anak yang ingin ibunya bercerai. Namun kenalan saya masih tetap mempertahankan pernikahannya. Anak-anak kecewa. Sejak saat itu anak-anak tidak bisa menghargai Bapaknya 100%. Bahkan bisa dibilang ayahnya tidak dianggap kehadirannya.
4. Sama-Sama Selingkuh
Saya pernah tahu pasangan yang unik. Si istri selingkuh dengan rekan kerjanya. Suatu saat ketahuan suaminya. Ribut besar mereka. Si istri minta maaf dan janji tidak selingkuh. Suami legowo memafkan. Mereka pun berdamai.
Beberapa lama kemudian, si istri ketahuan selingkuh lagi dengan orang yang sama. Suami pura-pura tidak tahu. Tidak berapa lama, si suami selingkuh juga.
Istri dan suami saling selingkuh ini berjalan selama beberapa tahun. Suatu saat si suami dimutasi ke luar pulau. Istri tidak ikut karena alasan pekerjaan. Anak-anak tinggal bersama istri. Makin asyiklah mereka dengan selingkuhan masing-masing.
Saya yang orang luar melihat pasangan ini jadi pusing sendiri. Mereka malah santai saja. Sudah saling tahu kalau saling selingkuh pula. Saya tak tahu bagaimana kabar mereka sekarang. Apakah sudah bercerai atau masih tetap menikah. Semoga mereka segera mendapatkan jalan yang terbaik.
Siapa yang Salah?
Kalau ada pertanyaan seperti ini, saya akan jawab dengan tegas : yang selingkuh. Apapun alasannya saya tetap menyalahkan peselingkuh.
Selingkuh adalah perbuatan yang salah. Kalau ada orang selingkuh dan menyalahkan pasangannya karena pasangannya begini atau begitu. Mohon maaf alasan itu malah menunjukkan kalau dia orang yang tidak bertanggung jawab.
Pernikahan adalah masalah komitmen. Ada tanggung jawab yang harus dijalankan dalam pernikahan. Bertanggung jawab bukan sekedar pada diri sendiri namun juga dengan pasangan.
Kalau ada yang bilang selingkuh karena nggak sengaja, tak tahan digoda terus, atau iseng lalu keterusan. Omong kosong. Saya tidak percaya. Ketika seseorang berselingkuh pasti sudah ada niatnya. Kalau tidak ada niat tidak akan ada kesempatan. Saya percaya kesempatan itu tidak datang secara tiba-tiba. Kesempatan itu bisa diciptakan.
Kalau memang ada yang tidak baik dengan pasangan, tugas kita membantu pasangan agar menjadi lebih baik. Susah. Pasti. Tidak ada yang instan di dunia ini. Semuanya butuh proses. Harus sabar berproses. Kalau capek atau nggak sabar. Ya sudah. selesaikan baik-baik dengan pasangan. Tidak usah selingkuh.
Perlu dipahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap orang ada kelebihan dan kekurangan. Begitupun dengan kita. Kalau tidak puas dengan pasangan lalu mencari sosok lain untuk memuaskan diri. Dalam waktu dekat memang bisa memuaskan tetapi lama-lama akan muncul lagi ketidakpuasan. Nanti akan terus begitu. Tidak akan ada habisnya mencari kepuasan atas kesempurnaan.
Foto: design made by canva
Komentar
Posting Komentar