Alhamdulillah pandemi sudah berakhir. Ramadan tahun ini insyaa Allah lebih semarak. Saya jadi teringat saat Ramadan di awal pandemi tahun 2020. Ramadan saat itu sungguh berbeda. Mulai bulan Maret berlaku karantina. Saat Ramadan, karantina masih diberlakukan. Saya akan mengenang sejenak Ramadan saat itu.
1. Pemasukan bekurang
Satu hal ini yang sangat terasa. Roda perekonomian seakan dipaksa untuk berhenti total. Saya sebagai content writer sedangkan Suami yang bekerja di bidang transportasi dan pariwisata terasa sekali. Pemasukan bukan lagi berkurang bahkan pernah tidak ada sama sekali. Hidup harus lebih hemat karena kami mengandalkan uang tabungan.
Pas masuk bulan Ramadan rasanya gamang. Sudah dalam kondisi karantina, harus di rumah saja. Tak ada cukup uang pula. Saat buka puasa biasanya meja makan penuh makanan, kala itu secukupnya saja. Bahkan bisa dibilang berbuka dengan menu minimalis. Alhamdulillah kami sekeluarga masih bisa berbuka puasa. Itu saja yang ada dalam pikiran kami.
Pasar takjil dadakan biasanya selalu hadir saat Ramadan. Penjual takjil bermunculan diberbagai penjuru kota setelah Ashar sampai menjelang Magrib. Saat Ramadan 2020 tidak ada pemandangan seperti ini. Penjual takjil dilarang berjualan. Jalan-jalan sepi.
Para penjual takjil pasti sedih. Ladang rejeki saat Ramadan tertutup. Sebenarnya bukan hanya para penjual yang sedih. Para pembeli juga merasa sedih. Bagi yang pinter masak tak masalah. Bisa bikin aneka hidangan takjil Ramadan untuk keluarga.
Nah kalau tidak bisa masak atau bisa masak cuma menu itu-itu saja. Ini yang menjadi masalah besar. Tak mungkin menghidangkan makanan menu itu-itu saja. Bisa protes anggota keluarga. Acara perburuan takjil dan beli makanan jadi ajang yang seru. Para penjual saat itu banyak yang menggunakan taktik gerilya untuk memasarkan dagangannya. Pakai kekuatan marketing dari mulut ke mulut. Pembelian juga dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Bahkan ada yang membuka layanan pesan antar untuk wilayah tertentu.
3. Masjid sepi
Ini nih yang bikin galau berat. Ramadan 2020, Masjid masih banyak yang ditutup. Jangankan untuk sholat tarawih. Sholat wajib lima waktu berjamaah saja tak bisa. Rasanya tak enak sholat terawih di rumah. Biasanya kan sholat tarawih di Masjid. Berangkat berbondong-bondong. Bisa sering bertemu tetangga yang biasanya jarang bertemu.
Ramadan selalu identik dengan kemeriahan di Masjid. Kalau masjid sepi selama Ramadan rasanya seperti ada yang hilang. Kurang lengkap.
4. Tak ada Mudik
Nomer empat ini yang paling menyesakkan. Pemerintah mengeluarkan larangan untuk mudik. Sejak diumumkan karantina memang diperlakukan pembatasan bepergian yang sangat ketat. Hanya bagi kalangan yang ada kebutuhan khusus darurat saja yang diperbolehkan.
Paling berat kalau keluarganya jauh di luar Pulau. Kesempatan bertemu keluarga hanya bisa setahun sekali saat mudik Lebaran. Duh kebayang rasanya begitu berat menahan rindu. Kalau kebetulan bisa video call dengan Orang Tua atau keluarga sih tak masalah. Kalau yang tinggal di pegunungan atau pelosok negeri yang langka signal telephon. ini yang bikin sedih semakin bertumpuk.
Ah kalau dikenang lagi. Rasanya takjub bisa melewati beratnya Ramadan saat pandemi. Semoga tidak ada lagi pandemi sedahsyat dua tahun kemaren. Semoga sehat semua seluruh penghuni bumi. Aamiin yaa mujibassailin.
Komentar
Posting Komentar